BERITAMUARA.COM – Salah seorang aktivis perempuan Kukar, Ellisa Wulan Oktavia menegaskan bahwa forum-forum kepemudaan harus menjadi ruang yang aman bagi semua orang untuk menyuarakan pemikiran-pemikiran membangun daerah.
Ia menyampaikan kekecewaannya atas insiden pembubaran forum diskusi pemuda yang digelar oleh KNPI Kukar.
Dia menyoroti tindakan intimidatif yang dilakukan sekelompok oknum terhadap forum yang seharusnya menjadi ruang aman bagi pemuda untuk berdiskusi serta menyuarakan pikiran.
Fungsionaris PB Kohati itu mengungkapkan bahwa mereka datang ke forum dengan niat sederhana, yakni mendengar serta ikut berpikir.
Namun, lanjut Ellisa, suasana berubah mencekam saat sekelompok orang membubarkan kegiatan dengan alasan bahwa KNPI penyelenggara dianggap tidak sah secara legalitas.
“Polemik legalitas seharusnya diselesaikan di ranah institusional, bukan dengan cara-cara intimidatif yang merusak semangat diskusi,” tegas dia, Kamis (24/7/2025).
Sebagai perempuan, ia merasa terganggu secara mental karena tekanan psikis yang ditimbulkan dari cara pembubaran yang dilakukan dengan suara keras dan ancaman yang nyata.
Terlebih, bagi peserta perempuan lain yang hadir tanpa membawa agenda politik, hanya ingin menggunakan hak konstitusional sebagai warga negara.
“Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat. Jadi forum diskusi seperti ini justru dijamin oleh konstitusi,” terang Ellisa.
Selain itu, sambung dia, Pasal 24 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkumpul dan berapat untuk maksud damai.
Menurut Ellisa, tindakan pembubaran yang represif justru mencederai nilai-nilai demokrasi dan mempersempit ruang partisipasi pemuda Kukar, terutama perempuan.
Ia menilai KNPI seharusnya menjadi ruang yang aman, bukan gelanggang kekuasaan yang menakutkan.
“Saya kecewa, bukan hanya karena agenda dibubarkan, tapi karena kepercayaan kami terhadap forum pemuda sebagai tempat tumbuh bersama telah dipatahkan,” katanya.
Tulisan ini, kata Ellisa, bukan mewakili lembaga atau organisasi manapun, melainkan sebagai bentuk keprihatinan pribadi atas kondisi ruang diskusi di Kukar yang dinilai belum ramah serta aman, khususnya bagi perempuan.
“Ruang diskusi bukan ditentukan sah tidaknya oleh surat keputusan, tapi oleh niat tulus membangun Kukar bersama,” tutup dia. (rs)